Studi Kasus: ID*NIC DOM-REG 2756

Mukadimah

Perinternetan Indonesia masih dalam keadaan yang mengkhawatirkan berhubung dengan jumlah pengguna yang masih sedikit, serta biaya akses yang luar biasa mahal. Perlu diikhtiarkan berbagai cara mencapai momentum jumlah pengguna sehingga internet dapat berkembang secara reaksi rantai. Artinya, orang akan menggunakan internet karena yang lain juga menggunakannya. Dengan demikian, sebaiknya DTT-ID sebaiknya dijadikan alat perangsang pertumbuhan dari pada menjadi alat penghambat.

Apa bila ingin mengembangkan sebuah Network Information Center (NIC), perlu secara jelas mengungkapkan tujuannya. Hal ini juga berlaku untuk apa yang menamakan dirinya dengan ID*NIC. Berdasarkan tujuan yang jelas, akan didapatkan kejelasan atas tempat kedudukan, status hukum, hubungan dengan APJII, tugas, serta hubungannya dengan gTLD-MoU.

ID*NIC

ID*NIC yang sekarang, masih perlu lebih mempromosikan dirinya, lebih memperlihatkan keindependenannya, serta menjalankan kebijaksanaan berdasarkan ketentuan yang jelas, dan bukan petunjuk dari atas. Semua aktifitas ID*NIC harus tercatat secara rapih. Peranan LOG ini untuk memudahkan peng-audit-an, terutama untuk memantau permintaan-permintaan seperti petunjuk, minta kekhususan, minta prioritas, dst. dari MTTM. Dalam pembentukan ID*NIC, ada baiknya juga mendengar pendapat dari pihak-pihak berikut seperti APJII, BAKOTAN, BPPT, Deperindag, DRN, IPKIN, Kadin, Perguruan Tinggi, SekNeg, wakil pengguna, YKLI.

Tingkatan prioritas dapat dibagi menjadi tiga: "genting","penting", serta "bukan genting atau penting". Problem operasional DTD pada umumnya, DTD-(AC,CO,MIL,NET,OR).ID pada khususnya merupakan hal yang paling genting. Setelah hal tersebut dapat distabilkan, perlu segera memulai pembuatan panduan kebijaksanaan PDTT-ID beserta PDTD-nya. Mungkin, hal-hal berikut yang perlu mendapatkan perhatian:

Maraknya jumlah PJI yang ada, menyebabkan terjadinya kemungkinan bahwa para pelanggan memilih lebih dari satu PJI, berpindah PJI, dan seterusnya. Oleh sebab maka dari itu, mohon kiranya diperhatikan hal-hal berikut:

Apa pun yang akan dirancang, ujung-ujungnya duit! Sistem yang dikelola secara sukarela agak sulit dijamin kelangsungnya. Biaya untuk pendaftaran domain harus benar-benar mencerminkan biaya yang dibutuhkan untuk keperluan tersebut. Ini harus terlepas dari apakah para pendaftar setuju atau tidak! Namun, apa bila biaya pendaftaran DTD-ID tidak kompetitif dibandingkan dengan biaya pendaftaran pada DTT-COM, DTT-ORG, dst, maka para pendaftar akan pada lari. Taraf pelayanan pun perlu diperhatikan dengan sungguh-sungguh.

Biaya untuk proses biaya itu sendiri dapat lebih mahal daripada biaya proses setup DNS. Untuk keperluan tersebut, perlu jadi merchant VISA, punya akuntan, sekretariat, dst. Perlu ada analisa mengenenai kondisi pendaftaran sekarang: Berapa pun tarif yang dikeluarkan ID*NIC, pasti akan ada yang "mengklaim" bisa mengerjakan 50%.

Salah satu kiat peningkatan efektifitas dan efisiensi ialah dengan melakukan outsourcing. Terdapat kemungkinan, bahwa fungsi pendaftaran domain ini dapat di-outsource 100 %. Hal ini sejalan dengan upaya memanfaatkan DTT-ID dalam kiat mempopulerkan penggunaan internet di Indonesia.

Dalam hal ini, diasumsikan bahwa penghuni DTD-NET.ID pada umumnya -- PJI pada khususnya -- menyadari tanggung-jawabnya dalam aspek domain ini. Pada dasarnya, pelaksana pendaftaran domain tidak dianjurkan memiliki mesin sendiri; serta seharusnya menggunakan mesin DNS yang disediakan para PJI. Dengan demikian, biaya untuk pengadaan mesin DNS, pemeliharaan, update, upgrade, backup, link internet, modem, dan telepon, ditanggung langsung oleh PJI. Tentunya, harus dibuatkan sebuah kode etik administratur: memiliki password superuser tidak otomatis berarti berhak melakukan pendaftaran domain, seperti halnya memiliki batu tidak otomatis berarti punya hak untuk melempar kaca.

Komponen biaya SDM (Sumber Daya Manusia) sangat dominan dalam proses pendaftaran domain dan perubahan. Biaya ini dapat ditekan, jika melakukan pengisian formulir secara benar dan tepat. Para pendaftar seharusnya benar-benar sudah siap menggunakan internet. Sangat diharapkan bantuan dari PJI dan para konsultan internet untuk memberikan penyuluhan sejelas- jelasnya kepada para calon pendaftar domain. Biaya Pendaftaran seharusnya termasuk biaya penghapusan domain.

Komponen pemeliharan data domain berupa perangkat lunak, perangkat keras, dan konektifitas internet. Diharapkan, bahwa sebagian dari biaya ini berasal dari sponsor yaitu para PJI, Vendor, dst.

Administrasi penarikan biaya pendaftaran domain pun dapat di-outsource-kan kepada pihak yang biasa melakukan penagihan (umpama PJI). Proses ini, termasuk pembukuan, basis data pelanggan, dst. Penarikan biaya dapat berbasis komisi yaitu sesuai dengan jumlah pelanggan yang diproses.

Kegiatan terakhir, yaitu update zone baru pun dapat di-outsource berbasis komisi. Tentunya, semua ini membutuhkan perancangan dan persiapan yang matang.

Dalam formulir pendaftaran domain yang sekarang, diungkapkan ada 3 komponen biaya. Komponen biaya utama ialah SDM untuk proses pendaftaran domain. Umpama, biaya pendaftaran / update / hapus domain ialah Rp. 25.000 per transaksi. Namun, proses administrasinya mungkin lebih dari Rp. 25.000.

Untuk itu diusulkan pendaftaran domain dilakukan melalui "agen pendaftaran", umpama para PJI. Setiap agen menyetor Rp. 1.000.000 sebagai biaya pendaftaran, plus Rp. 1.000.000 sebagai deposit. Deposit tersebut bisa untuk 100 transaksi: baru/ubah/hapus. Kalau deposit habis, harus segera diisi kembali. Para agen boleh "ngutang" hingga Rp. 100.000 / 1 bulan. Lebih dari itu, harus daftar ulang.

Untuk menghindari monopoli, kesempatan untuk menjadi agen harus dibuka selebar mungkin. Agen boleh "menjual" jasa pendaftaran sebebasnya. Bisa gratis, bisa Rp. 100.000.-. Namun, pengelola domain tetap membuka kesempatan untuk mendaftar domain non-agen pun tetap dibuka, umpamanya Rp. 250.000.-

SDM merupakan komponen paling mahal dalam sebuah sistem informasi modern. Untuk itu, jumlah SDM yang dibutuhkan perlu dibuat seefektif dan seoptimum mungkin. Hal ini juga perlu dikaitkan dengan omset dari sistem tersebut.

Pembuat sistem berbahasa Inggris, sebaiknya tidak menjadi prioritas utama. Ini berdasarkan asumsi, bahwa semuanya harus mengerti bahasa Indonsia.

Mengingat hal ini, sebaiknya KONTAK ADMIN dari DTD-AC.CO.NET.MIL.OR-ID digabung, serta diserahkan kepada ID*NIC. ID*NIC dipersilakan untuk bergerak dalam bidang lain, seperti gTLD-MoU, IIX, IP address, dst, namun kegiatan tersebut dilur konteks gagasan 30 September ini. Dalam hal menjalankan tugas ini, ID*NIC bertanggung jawab kepada PDTD terkait.

DNS

Catatan

: